Rabu, 29 September 2010

HEMAT HARUS, PELIT JANGAN

Pekan Biasa XXVI
26 September 2010

Dari kami berlima, hanya saya yang paling hemat. Uang jajan itu saya simpan di tempat yang tidak mereka duga. Di dalam mainan rusak. Di dalam mixer pengaduk adonan kue. Di bawah tegel. Uang tabungan itu kadang-kadang menyelamatkan ibu di akhir bulan. Tetapi saudara-saudara memberi saya stempel “pelit”. Perlu waktu bertahun-tahun bagi mereka untuk menyadari bahwa saya bukan pelit tetapi hemat. Untungnya, pacar saya hanya butuh beberapa bulan untuk menyadari hal itu. Beberapa tahun kemudian baru kami menikah. Hihihi...

Saya dulu tetap rajin bersepeda ke kampus. Sampai sekarang selalu membawa bekal makan siang ke kantor. Meskipun sol sepatu saya sudah ganti beberapa kali (kulit sepatunya masih bagus, hanya solnya yang sudah miring), tetapi masih saya pakai kemana-mana bahkan saya pakai dinas ke luar negeri. Akibat hemat, saya berhasil menabung lalu membeli rumah dengan beberapa mobil, tanpa pernah menikmati kredit (bahkan tidak tahu cara mengajukannya). Hehehe....

Tapi itu semua sangat tidak penting. Yang lebih penting adalah mencermati bacaan injil pekan ini (Luk 16:19-31): tentang orang kaya dan orang miskin, yang bernama bapa Lazarus. Jadi orang kaya tentu tidak dilarang. Kaya sangat dibolehkan. Hanya jangan pelit atau kikir. Memang rasanya menjengkelkan membaca bacaan injil ini. Apalah arti remah-remah makanan di antara kelimpahan mamiah (= makanan minuman mewah). Tapi namanya juga bacaan pelajaran iman, biar cespleng dikasih contoh ekstrim saja sekalian.

Inti pelajarannya adalah bahwa rejeki itu harus bermakna sosial. Kaya itu tidak sekedar hak, melainkan juga kewajiban. Bukan sekedar hak atas harta benda. Tetapi juga kewajiban untuk berbagi. Pada kekayaan ada menerima dan memberi. Ada penerimaan berkat berlimpah-limpah yang tidak hanya secukupnya untuk hari ini, seperti mungkin didoakan setiap hari (Hmm...dalam doa apa ya?). Tetapi juga ada keharusan untuk membocorkannya bagi orang lain yang kurang beruntung.

Menjadi kaya berarti harus tahu diri, bahwa kekayaan itu adalah titipan Tuhan. Bahwa Tuhan menitipkan kesejahteraan yang begitu berlimpah, hingga harus dibagikan kepada sesama. Menjadi kaya juga berarti pilihan Tuhan. Bahwa Tuhan memilih sebagian dari kita untuk menerima berkat agar mau menjadi selang rahmat, menyalurkannya kepada sesama kita. Maka menjadi orang kaya itu sangat bernilai sosial.

Kalau begitu arti kaya itu, maka kikir alias pelit adalah sebaliknya. Kikir adalah penggelapan atas kesejahteraan yang telah dilimpahkanNya dalam rupa rejeki. Dan dengan demikian, menjadi kikir berarti menolak menjadi saluran rahmat Tuhan bagi sesama. Maka menjadi orang kikir itu sangat asosial.

Kalau begitu arti kikir itu, pantaslah Tuhan jengkel. Bukan hanya kita.

Tidak ada komentar: