Senin, 03 September 2012

TANDA

Orang yang sedang bercinta pun sering menginginkan tanda bahwa yang dicintai juga mencintainya. Misalnya, mereka menantikan senyuman, lirikan mata, keinginan mau duduk bersama, membalas suratnya dengan amplop orange atau dengan gambar jantung hati.

Dalam kehidupan beriman dengan Tuhan, ternyata orang juga tidak dapat lepas dari tanda-tanda itu. Orang Israel diberi tanda akan kehadiran dan pernyataan Yahwe dengan dua loh batu yang membuat sepuluh perintah Allah. Itulah tanda kehadiran Alllah dan umat merasa aman tentram dan damai.

Maka juga tidak mustahil waktu Yesus berkarya dan mengusir orang-orang yang berjualan di kenisah, orang-orang minta tanda kepada-Nya. Mereka minta bukti bahwa Yesus memang yang diutus Allah, sehingga punya hak untuk mengusir mereka. Yang menarik adalah bahwa Yesus tidak menunjukkan tanda-tanda seperti yang mereka minta. Yesus tidak menunjukkan KTP. Ia tidak punya surat kuasa dari Bapa-Nya yang dapat ditunjukkan kepada mereka. Tanda yang diberikan Yesus adalah diri-Nya sendiri, “Rombaklah Bait Allah ini dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.”  

Itulah tanda yang diberikan Yesus bahwa Diri-Nya sendiri akan dibunuh dan akan bangkit dalam tiga hari. Sayang, bahwa orang-orang Yahudi tidak menangkap tanda itu. Mereka tetap berpikir akan kenisah dan tidak mengerti yang dimaksudkan Yesus.

 “Kami memberitakan Kristus yang tersalib, suatu sandungan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang bukan Yahudi. Tetapi bagi mereka yang dipanggil, baik Yahudi maupun bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan dan hikmah Allah ” ( 1 Kor 1: 23 – 24).

Pada suatu kesempatan berkunjung, seorang imam sempat dibuat kaget dengan salib di ruang tamu. Tangan kanan Corpus Yesus  pada kayu salib itu patah. Kemudian beliau bertanya, “Saudara mengapa memasang salib yang sudah rusak?” Jawabannya mengejutkan, “Salib ini memiliki sejarah yang panjang. Ketika anak kami masih kecil-kecil, mereka bermain-main dan tidak sengaja salib ini jatuh, sehingga tangan kanannya patah.  Istri saya memiliki ide, supaya salib ini sebagai ‘tanda’  agar keluarga kami rela menjadi tangan kanan Yesus. Setiap doa malam keluarga, anak-anak selalu diingatkan berani menjadi tangan kanan Yesus. Kini anak-anak sudah dewasa dan terpencar di mana-mana (Timika, Ternate, Jakarta dan Makasar). Mereka aktif sebagai anggota Gereja. Ada yang menjadi katekis dengan sukarela, ada  juga  yang menjadi prodiakon. Saya bersyukur kepada Tuhan atas semuanya itu.”

Setiap kita memiliki pengalaman masing-masing akan “tanda” seperti itu. Mari kita mohon pada Tuhan supaya memiliki hati yang peka dan nalar yang cermat supaya bisa membaca tanda-tanda itu. Siapa tahu, itulah tanda petujuk arah agar tidak tersesat dalam perjalanan hidup.

TURUN GUNUNG

           Pada suatu waktu seorang imam mampir di suatu gereja. Meskipun sudah masa prapaskah, hiasan Natal dan tulisan, “Gloria ini excelsis Deo” masih dipasang di depan pintu.  Kemudian beliau bertanya kepada salah satu umat dan jawabnya, “Kami masih senang dengan lagu-lagu Natal yang penuh dengan kegembiraan daripada lagu saat ini yang melow dan penuh penderitaan!”  Kata imam itu, “Para saudara, Yesus itu datang ke dunia,  tidak menjadi bayi terus. Yesus juga dewasa dan Ia bekerja membantu St. Yosef sebagai tukang kayu dan terlebih lagi, Ia harus bekerja keras untuk membantu orang yang menderita, supaya selamat jiwa dan raganya. Jika kita hendak mengikuti Yesus, kita tidak hanya ingat Natal yang penuh suka-cita, melainkan kita juga  diajak merenungkan bagaimana Yesus berkarya bagi umat manusia dan menderita sengsara untuk menebus dosa-dosa kita.

Dikisahkan ada sebuah paroki yang memiliki menara yang amat tinggi. Setiap hari, pastor paroki itu naik ke menara dan berdoa di sana. Suatu hari ia berkata bahwa makin tinggi ia naik ke menara, maka Tuhan akan mendengarkan doanya. Pagi – siang – malam, ia selalu naik ke menara itu dan memohon agar Tuhan mendengarkan. Pada suatu ketika, Tuhan mendengarkan doa pastor itu dan berkata, “Pastor, setiap hari engkau memanggil-Ku di atas menara. Tetapi sebenarnya Aku berada di bawah sana. Aku berada di tengah-tengah orang miskin dan orang sakit serta  orang yang menderita. Aku bersama umat-Ku di paroki mu.”

            Henry Sienkiweicz  dalam “Quo Vadis” mengajak kita untuk merenungkan bagaimana Petrus akan lari dari tugasnya. Pada waktu itu, orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus dianiaya, diadu dengan singa-singa di Collesium. Suasananya amat mencekam. Petrus meninggalkan kota Roma dan hendak “naik gunung” Tetapi sampai di Jalan Avia, ia berjumpa dengan “seseorang”. Petrus berkata, “Quo Vadis Domine?” artinya, hendak ke mana Tuan? Tuhan pun menjawab, “Aku akan “turun gunung” ke kota Roma untuk disalibkan yang kedua kali. Petrus sadar bahwa yang berbicara itu adalah Yesus Kristus, gurunya.   Mendengar suara tersebut, Petrus langsung kembali dan bergegas-gegas kembali  ke Roma. Di sana ia disalibkan dengan kepala di bawah.  Katanya, “Aku tidak layak disalibkan seperti Kristus, Tuhanku. Saliblah aku dengan posisi kepalaku di bawah!”

Hidup kita di dunia ini penuh dengan tantangan. Setiap kita memiliki “Yerusalem-Yerusalem” dan “Roma-Roma” masing-masing. Yerusalem-Roma-nya suami-istri adalah keluarga dan anak-anak, Yerusalem-Roma-nya guru adalah sekolah dan siswa-siswinya, Yerusalem-Roma-nya orang yang aktif dalam hidup menggereja adalah bagaimana dikritik dan  dicela oleh teman gerejanya sendiri. Dan masih banyak lagi Yerusalem-Roma  kita masing-masing.  Semoga kita tetap berani “turun gunung”  dan tidak takut  menghadapi tantangan-ujian-cobaan hidup di tempat tugas kita masing-masing dengan penuh iman, harap dan kasih.

Ave.

GODAAN

Ada cara unik untuk memburu serigala seperti yang dilakukan oleh orang Eskimo.  Orang Eskimo melumuri mata pisaunya dengan darah dan membiarkannya membeku. Kemudian ia melumuri lagi dengan darah dan dibiarkan kering dan membeku lagi. Begitulah dilakukan berulang-ulang sampai pisau tersebut tidak kelihatan  seperti pisau lagi. Lalu orang Eskimo itu menaman sebagian pisaunya dengan menghadap ke atas di dalam tanah. Serigala yang mengendus bau amis itu akan mulai menjilati pisau itu. Semakin lama, ia semakin menikmatinya hingga tanpa terasa lapisan darah tersebut habis. Dan kini, tanpa sadar serigala ini mulai menjilati mata pisau. Akibatnya, lidahnya sendiri tergores mata pisau serta mengeluarkan darah segar. Masih belum sadar, ia terus menjilati darahnya sendiri dengan penuh nafsu sampai ia kehabisan darah. Maka matilah ia!

Ada seorang imam muda yang amat bersemangat melayani umatnya. Setiap hari dari pagi sampai malam, ia pergi ke kring-kring serta stasi-stasi untuk mengunjungi umat serta membantu umatnya sekuat tenaga. Lama-kelamaan ia tidak mempunyai waktu untuk berdoa pribadi dan berefleksi. Waktu ia diberi tahu oleh Pastor Kepala, pastor muda itu menjadi marah dan mengatakan bahwa dirinya bekerja keras untuk umatnya. Namun, secara perlahan pastor muda ini terjerumus untuk melupakan tugas yang utama yakni berdoa, bacaan rohani serta meditasi. Ia mulai krisis dan menanyakan tentang tujuan hidupnya di dunia ini.

Ada seorang ibu yang sangat suka bersosialiasi dan berorganisasi. Ia menjadi aktivis dalam pelbagai kegiatan. Ada pula seorang bapa yang sangat tekun bekerja. Beberapa kali ia menjadi pekerja teladan. Akan tetapi mereka melalaikan waktu bagi keluarga. Anak-anak menjadi kurang terurus, rumah tangga berjalan seolah tanpa roh sebagai satu keluarga.

Banyak kok pengalaman seperti itu. Dan hampir semuanya membingungkan kita karena ujungnya “lho kok bisa gitu sih?”. Begitupun dengan dosa. Dosa menyerang diri kita secara perlahan-lahan. Bahkan dosa itu bisa menyamar dalam tindakan baik. Itulah yang dinamakan dengan godaan. Dan ketika dosa menjadi kebiasaan, maka jiwa berada pada stadium kronis.

Maka, marilah kita meneliti batin dan mencermati pengalaman kita. Apakah pikiran, perkataan dan perbuatan kita benar di hadapan Tuhan dan sesama? Ada banyak waktu untuk itu selama hayat masih dikandung badan. Dan kiranya Sakramen Tobat adalah salah satu anugerah Tuhan yang terindah pada saat ini.