Senin, 03 September 2012

TURUN GUNUNG

           Pada suatu waktu seorang imam mampir di suatu gereja. Meskipun sudah masa prapaskah, hiasan Natal dan tulisan, “Gloria ini excelsis Deo” masih dipasang di depan pintu.  Kemudian beliau bertanya kepada salah satu umat dan jawabnya, “Kami masih senang dengan lagu-lagu Natal yang penuh dengan kegembiraan daripada lagu saat ini yang melow dan penuh penderitaan!”  Kata imam itu, “Para saudara, Yesus itu datang ke dunia,  tidak menjadi bayi terus. Yesus juga dewasa dan Ia bekerja membantu St. Yosef sebagai tukang kayu dan terlebih lagi, Ia harus bekerja keras untuk membantu orang yang menderita, supaya selamat jiwa dan raganya. Jika kita hendak mengikuti Yesus, kita tidak hanya ingat Natal yang penuh suka-cita, melainkan kita juga  diajak merenungkan bagaimana Yesus berkarya bagi umat manusia dan menderita sengsara untuk menebus dosa-dosa kita.

Dikisahkan ada sebuah paroki yang memiliki menara yang amat tinggi. Setiap hari, pastor paroki itu naik ke menara dan berdoa di sana. Suatu hari ia berkata bahwa makin tinggi ia naik ke menara, maka Tuhan akan mendengarkan doanya. Pagi – siang – malam, ia selalu naik ke menara itu dan memohon agar Tuhan mendengarkan. Pada suatu ketika, Tuhan mendengarkan doa pastor itu dan berkata, “Pastor, setiap hari engkau memanggil-Ku di atas menara. Tetapi sebenarnya Aku berada di bawah sana. Aku berada di tengah-tengah orang miskin dan orang sakit serta  orang yang menderita. Aku bersama umat-Ku di paroki mu.”

            Henry Sienkiweicz  dalam “Quo Vadis” mengajak kita untuk merenungkan bagaimana Petrus akan lari dari tugasnya. Pada waktu itu, orang-orang yang mengaku sebagai pengikut Kristus dianiaya, diadu dengan singa-singa di Collesium. Suasananya amat mencekam. Petrus meninggalkan kota Roma dan hendak “naik gunung” Tetapi sampai di Jalan Avia, ia berjumpa dengan “seseorang”. Petrus berkata, “Quo Vadis Domine?” artinya, hendak ke mana Tuan? Tuhan pun menjawab, “Aku akan “turun gunung” ke kota Roma untuk disalibkan yang kedua kali. Petrus sadar bahwa yang berbicara itu adalah Yesus Kristus, gurunya.   Mendengar suara tersebut, Petrus langsung kembali dan bergegas-gegas kembali  ke Roma. Di sana ia disalibkan dengan kepala di bawah.  Katanya, “Aku tidak layak disalibkan seperti Kristus, Tuhanku. Saliblah aku dengan posisi kepalaku di bawah!”

Hidup kita di dunia ini penuh dengan tantangan. Setiap kita memiliki “Yerusalem-Yerusalem” dan “Roma-Roma” masing-masing. Yerusalem-Roma-nya suami-istri adalah keluarga dan anak-anak, Yerusalem-Roma-nya guru adalah sekolah dan siswa-siswinya, Yerusalem-Roma-nya orang yang aktif dalam hidup menggereja adalah bagaimana dikritik dan  dicela oleh teman gerejanya sendiri. Dan masih banyak lagi Yerusalem-Roma  kita masing-masing.  Semoga kita tetap berani “turun gunung”  dan tidak takut  menghadapi tantangan-ujian-cobaan hidup di tempat tugas kita masing-masing dengan penuh iman, harap dan kasih.

Ave.

Tidak ada komentar: